bloggerandpodcaster.com, 1 Kronologi Beni Bunuh Kakak di Jaktim, Usai Transaksi Sabu Warga Jakarta Timur baru saja di kagetkan dengan insiden berdarah yang melibatkan dua saudara kandung. Beni (34), pria yang sehari-hari di kenal pendiam, tega menghabisi nyawa kakaknya sendiri di rumah mereka, setelah keduanya terlibat transaksi sabu. Kejadian ini tidak cuma bikin geger warga sekitar, tapi juga mengungkap sisi kelam dari relasi keluarga yang terseret barang haram.
Meski awalnya sempat di duga sebagai perselisihan biasa, fakta yang terkuak belakangan justru membuat publik mengernyitkan dahi. Kenapa orang ini sampai sebrutal itu? Dan bagaimana sebenarnya urutan kejadian hingga tragedi ini terjadi?
Awal Mula Beni yang Biasa Saja
Menurut kesaksian warga RT setempat, malam itu suasana gang masih cukup tenang. Kakak orang ini, yang di ketahui bernama Riko (39), sempat terlihat berbincang santai dengan tetangga di warung kopi. Tak ada gelagat mencurigakan. Bahkan orang ini sendiri terlihat keluar rumah sekitar pukul 20.00 WIB dengan ekspresi biasa saja.
Namun semua berubah cepat saat keduanya masuk ke rumah, sekitar pukul 22.00 WIB. Tetangga mengaku mendengar suara cekcok. Nada keras, kata-kata umpatan, hingga bunyi benda pecah sempat terdengar dari dalam rumah mereka.
Transaksi Sabu Jadi Titik Picu
Belakangan di ketahui, sebelum insiden itu terjadi, keduanya baru saja melakukan transaksi sabu. Sumber kepolisian menyebut bahwa orang ini dan Riko memang sudah lama terjerat lingkaran narkoba. Malam itu, mereka baru saja menerima satu paket sabu dari seseorang berinisial A, yang masih dalam pengejaran.
Sayangnya, bukan kesenangan yang mereka dapat, justru pertengkaran panas muncul. orang ini menuduh sang kakak menyembunyikan sebagian barang haram itu untuk di jual sendiri. Riko membantah keras, tapi emosi sudah telanjur terbakar. Kata-kata kasar di lontarkan. Nada suara makin naik. Dan tanpa aba-aba, orang ini mengambil pisau dapur.
Detik-Detik Penusukan Oleh Beni Terjadi
Menurut laporan pihak kepolisian, penusukan terjadi di ruang tengah. Beni di sebutkan menusuk kakaknya secara membabi buta sebanyak lima kali. Darah berceceran di lantai. Riko sempat berteriak sebelum akhirnya terjatuh tak bergerak.
Ibu mereka yang tinggal di lantai atas langsung turun karena mendengar kegaduhan. Melihat tubuh anak sulungnya terkapar, ia menjerit minta tolong. Warga langsung datang, sementara Beni kabur lewat pintu belakang.
Tak sampai 2 jam kemudian, orang ini berhasil di tangkap di sebuah pos ronda dalam keadaan linglung. Saat di bekuk, ia tidak melakukan perlawanan. Polisi mengatakan orang ini terlihat seperti orang yang sedang teler berat.
Polisi Temukan Barang Bukti
Dalam penggeledahan, polisi menyita satu paket sabu yang belum sempat di pakai, sisa alat isap, serta pisau dapur berlumuran darah. Seluruh barang di amankan sebagai bukti tambahan. Sementara itu, jasad Riko langsung di bawa ke RS Polri Kramat Jati untuk di autopsi.
Kapolres Jakarta Timur, Kombes Nicolas Arya, menegaskan bahwa kasus ini akan di kembangkan. Pihaknya kini memburu A, sang pemasok sabu, yang di duga telah lama memasok barang ke wilayah itu. “Kasus ini bukan cuma soal pembunuhan, tapi ada jaringan narkotika yang perlu di bongkar,” ucapnya.
Tetangga Kaget dan Trauma Beni
Warga sekitar mengaku masih syok. Apalagi keluarga Beni dan Riko di kenal tertutup, tapi tidak bermasalah. 1 Kronologi Beni “Nggak nyangka aja, ternyata mereka main sabu. Padahal keliatannya biasa aja,” ujar salah satu tetangga.
Salah satu warga bahkan menyebutkan bahwa Riko sempat ingin keluar dari lingkaran gelap narkoba, tapi masih terus-terusan di ajak Beni untuk ikut transaksi. Ironisnya, justru sang kakak yang ingin memperbaiki hidup malah jadi korban dari darah daging sendiri
Kesimpulan
Kisah tragis antara Beni dan Riko adalah contoh nyata betapa narkoba bisa menghancurkan segalanya, bahkan ikatan darah. Bukan cuma hilangnya nyawa, tapi juga luka mendalam yang di tinggalkan di tengah keluarga dan lingkungan.
Kini Beni harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tapi harga yang di bayar jauh lebih mahal dari sekadar hukuman: rasa bersalah, penyesalan, dan nama keluarga yang tercoreng untuk waktu lama. Semua terjadi karena satu hal—pilihan salah yang tak pernah terkendali.